Efek Musik Pada Tubuh Manusia
Oleh Dr. Sondang Aemilia
Pandjaitan-Sirait, SpKK
Seringkali sebagian orang menilai
bahwa jenis musik yang baik didengar itu hanya masalah selera. Namun di lain
pihak kita juga menyadari, bahwa musik dapat mempengaruhi kita secara emosi,
fisik, mental, dan spiritual. Jenis musik mana yang baik untuk kesehatan emosi,
fisik, mental, dan spiritual sering membawa kita pada berbagai kontroversi.
Pada kesempatan ini, saya akan sedikit memberikan data-data penelitian mengenai
efek musik terhadap berbagai bagian dan fungsi tubuh kita, termasuk bagaimana
efeknya terhadap otak, peningkatan berbagai hormon, dan hubungannya dengan
ritme tubuh.
HUBUNGAN MUSIK DENGAN FUNGSI OTAK
Semua jenis bunyi atau bila bunyi
tersebut dalam suatu rangkaian teratur yang kita kenal dengan musik, akan masuk
melalui telinga, kemudian menggetarkan gendang telinga, mengguncang cairan di
telinga dalam serta menggetarkan sel-sel berambut di dalam Koklea untuk
selanjutnya melalui saraf Koklearis menuju ke otak. Ada 3 buah jaras Retikuler
atau Reticular Activating System yang diketahui sampai saat ini. Pertama: jaras
retikuler-talamus. Musik akan diterima langsung oleh Talamus, yaitu suatu
bagian otak yang mengatur emosi, sensasi, dan perasaan, tanpa terlebih dahulu dicerna
oleh bagian otak yang berpikir mengenai baik-buruk maupun intelegensia. Kedua:
melalui Hipotalamus mempengaruhi struktur basal "forebrain" termasuk
sistem limbik, dan ketiga: melalui axon neuron secara difus mempersarafi
neokorteks. Hipotalamus merupakan pusat saraf otonom yang mengatur fungsi
pernapasan, denyut jantung, tekanan darah, pergerakan otot usus, fungsi
endokrin, memori, dan lain-lain. Seorang peneliti Ira Altschuler mengatakan
"Sekali suatu stimulus mencapai Talamus, maka secara otomatis pusat otak
telah diinvasi."
Sebuah survey pada suatu seminar
menunjukkan bahwa pendengarnya mengatakan bahwa mereka tidak mendengarkan syair
dari sebuah lagu. Namun pada waktu lagu tersebut diperdengarkan, separuh dari
mereka dapat melagukannya tanpa mereka sadari. Hal ini menunjukkan adanya
memori dalam otak yang mampu merekam apa saja yang masuk melalui pendengarannya
bersama musik, tanpa mampu dicerna oleh akal sehat. Kesimpulannya tidak ada
lagu/musik yang mampu dicegah masuknya ke dalam otak kita, walaupun kita
berkata "saya tidak mendengarkan syairnya".
Seorang peneliti, Donald Hodges,
mengemukakan bahwa bagian otak yang dikenal sebagai Planum Temporale dan Corpus
Callosum memiliki ukuran lebih besar pada otak musisi jika dibandingkan dengan
mereka yang bukan musisi. Kedua bagian ini bahkan lebih besar lagi jika para
musisi tersebut telah belajar musik sejak usia yang masih sangat muda yakni di
bawah usia tujuh tahun. Gilman dan Newman (1996) mengemukakan bahwa Planum
Temporale adalah bagian otak yang banyak berperan dalam proses verbal dan
pendengaran, sedangkan Corpus Callosum berfungsi sebagai pengirim pesan berita
dari otak kiri kesebelah kanan dan sebaliknya. Seperti kita ketahui otak
manusia memiliki dua bagian besar, yaitu otak kiri dan otak kanan. Walaupun
banyak peneliti mengatakan bahwa kemampuan musikal seseorang berpusat pada
belahan otak kanan, namun pada proses perkembangannya proporsi kemampuan yang
tadinya terhimpun hanya pada otak kanan akan menyebar melalui Corpus Callosum
kebelahan otak kiri. Akibatnya, kemampuan tersebut berpengaruh pada
perkembangan linguistik seseorang. Dr. Lawrence Parsons dari Universitas Texas
San Antonio menemukan data bahwa harmoni, melodi dan ritme memiliki perbedaan
pola aktivitas pada otak. Melodi menghasilkan gelombang otak yang sama pada
otak kiri maupun kanan, sedangkan harmoni dan ritme lebih terfokus pada belahan
otak kiri saja. Namun secara keseluruhan, musik melibatkan hampir seluruh
bagian otak. Dr. Gottfried Schlaug dari Boston mengemukakan bahwa otak seorang
laki-laki musisi memiliki Cerebellum (otak kecil) 5% lebih besar dibandingkan
yang bukan musisi. Kesemua ini memberikan pengertian bahwa latihan musik
memberikan dampak tertentu pada proses perkembangan otak.
MUSIK DAN PRODUKSI HORMON
Mary Griffith, seorang ahli
fisiologi, mengemukakan bahwa hipotalamus mengontrol berbagai fungsi saraf
otonom, seperti bernapas, denyut jantung, tekanan darah, pergerakan usus,
pengeluaran hormon tiroid, hormon adrenal cortex, hormon sex, bahkan dapat
mengontrol seluruh metabolisme tubuh kita. Sebuah studi menemukan adanya
peningkatan Luteinizing Hormone (LH) pada saat mendengarkan musik. LH adalah
suatu hormon sex yang merangsang pematangan sel telur.
Penelitian lain oleh Satiadarma
(1990) dilakukan dengan cara mengukur suhu kulit menggunakan alat Galvanic Skin
Response (GSR). Pada saat subyek penelitian mendengarkan musik hingar-bingar,
maka suhu kulit lebih rendah dari pada suhu basal (suhu normal individu
tersebut tanpa musik). Sebaliknya, ketika musik lembut diperdengarkan, suhu
kulit meninggi dari biasanya. Hal ini menunjukkan adanya suatu hormon stress
yang dilepaskan oleh otak, yaitu Adrenalin, yang dapat mempengaruhi bekerjanya
pembuluh darah di kulit untuk vasokonstriksi (menyempit) atau vasodilatasi
(melebar). Pada kondisi stress, adrenalin banyak dikeluarkan dan pembuluh darah
kulit menyempit, sehingga suhu kulit menurun. Kesimpulannya adalah jenis musik
hingar-bingar dapat menyebabkan kita stress, sedangkan musik lembut memiliki
efek menenangkan.
Penelitian oleh Ann Ekeberg
menunjukkan pengaruh jenis musik terhadap denyut jantung. Siswa di sebuah
sekolah menjadi subyek penelitian dan mereka diukur kecepatan denyut nadinya
sebelum mendengar musik. Kemudian musik jenis hard rock diperdengarkan selama 5
menit. Semua siswa harus tetap duduk tenang di kursi mereka. Pada akhir tes,
denyut nadi diperiksa kembali dan dicatat. Hasilnya adalah peningkatan denyut
nadi sebesar 7-12 denyut per menit. Tore Sognefest, seorang Master in Music
dari Academy of Music, Bergen, Norway, melakukan tes yang serupa terhadap siswa
di sekolahnya. Musik dari grup AC/DC, "Hell's Bells" diperdengarkan
dan hasilnya denyut nadi meningkat 10 denyut per menit, sedangkan waktu
"Air" dari Bach dimainkan, denyut nadi menurun 5 denyut per menit.
Kesimpulannya, walaupun pendengar duduk diam di kursinya, energi yang
berlebihan dari musik rock tetap akan mempengaruhi jantung untuk berdetak lebih
cepat. Itu sebabnya pendengar musik rock sangat sulit untuk duduk diam bila
mendengar musik yang mempercepat denyut jantung. Energi yang terakumulasi akan
mencari jalan untuk dilepaskan.
Selain meningkatkan denyut jantung,
tekanan darahpun dapat meningkat oleh adanya adrenalin. Hal ini juga akan
kembali meningkatkan produksi adrenalin, karena tubuh yang berada dalam keadaan
stress, berusaha untuk mengatasinya dengan memproduksi lebih banyak adrenalin
agar alert/waspada. Jika denyut stress ini berlangsung terus menerus, misalnya
pada sebuah konser rock yang panjang, maka jumlah adrenalin yang diproduksi
menjadi berlebihan, dan tubuh tidak mampu lagi untuk membuang kelebihan ini.
Sebagian kelebihan adrenalin ini akan diubah oleh tubuh menjadi zat kimia lain
yang dikenal dengan adrenochrome (C9H9O3N). Sebenarnya senyawa ini adalah suatu
obat psikotropika yang mirip dengan LSD, Mescaline, STP, dan Psylocybin.
Beberapa tes menunjukkan bahwa zat ini menimbulkan suatu ketergantungan,
seperti obat-obat lainnya. Jadi tidaklah aneh bila orang 'high' dalam sebuah
konser rock, memasuki kondisi trance dan kehilangan kontrol diri. Sebagaimana
dalam semua keadaan ketergantungan / adiksi, maka akan terjadi toleransi. Musik
yang sama yang semula dapat menimbulkan rasa excitement, sekarang tidak lagi
memuaskan. Dibutuhkan kepuasan yang lebih tinggi, dibutuhkan musik yang lebih
keras, lebih kacau dan lebih tidak beraturan. Dimulai dengan soft rock,
kemudian rock'n'roll, dan dilanjutkan menjadi heavy metal rock.
David Noebel, meneliti bahwa nada
bass dengan getaran frekuensi rendah bersama-sama dengan dentuman drum,
mempengaruhi cairan serebrospinal, yang akan mempengaruhi kelenjar Pituitary di
otak. Kelenjar ini memiliki fungsi sekresi berbagai hormon tubuh.
Peneliti lain di Denver, Colorado,
Amerika Serikat membandingkan berbagai macam efek oleh berbagai jenis musik
terhadap tanaman. Tanaman-tanaman itu ditempatkan di dalam lima buah rumah
tanaman yang identik. Tanah, cahaya, dan kondisi air dibuat persis sama satu
sama lain dan jenis tanamannya pun sama. Selama beberapa bulan peneliti
memperdengarkan jenis musik yang berbeda pada masing-masing rumah tanaman
tersebut. Rumah pertama, karya Bach; yang kedua, musik India; yang ketiga, hard
rock; yang keempat, musik country dan Barat; sedangkan yang kelima, tidak
diperdengarkan musik apapun. Hasilnya, di rumah tanaman yang hanya diperdengarkan
musik hard rock, tidak ada hasil pertumbuhan sama sekali. Pertumbuhan berhenti
dan tidak mau berbunga. Di rumah tanaman yang dengan musik Bach dan India,
tanaman nampak hijau, tumbuh dengan subur, sehat, dan berbunga banyak. Tanaman
yang mendengarkan musik country dan Barat tumbuh sama seperti tanaman yang
tidak diperdengarkan musik, pertumbuhannya biasa saja dengan jumlah bunga
normal. Tentunya tidak ada hubungan emosional pada tanaman, namun pasti terjadi
sesuatu melalui frekuensi gelombang suara yang mempengaruhi laju pertumbuhan
mereka. Kalau musik mempunyai pengaruh yang sangat dalam terhadap organisme
sederhana seperti itu, apa pengaruhnya terhadap sistem yang lebih kompleks?
Musik juga dikenal sebagai wahana terapi. Sejak zaman dahulu dikenal penyembuhan
fisik dan mental melalui musik. Daud memainkan kecapi sambil menyanyi untuk
menyembuhkan Raja Saul yang sedang gundah. Musik juga dipakai oleh Raja Philip
V dari Spanyol, Raja George II dari Inggris, dan Raja Ludwig II dari Bavaria
untuk penyembuhan. O'Sullivan (1991) mengemukakan bahwa musik mempengaruhi
imaginasi, intelegensi dan memori, di samping juga mempengaruhi hipofisis di
otak untuk melepaskan endorfin. Endorfin kita ketahui dapat mengurangi rasa
nyeri, sehingga dapat mengurangi penggunaan obat analgetik, juga menurunkan
kadar katekolamin dalam darah, sehingga denyut jantung menurun. Mornhinweg
(1992) meneliti 58 subyek sehat untuk menilai jenis musik mana yang menurunkan
stress. Musik klasik ternyata memberikan efek relaksasi yang dapat dibuktikan
secara statistik dibandingkan dengan musik "new age". Musik yang
menenangkan ini juga dipakai dalam pengobatan penderita infark miokard
(serangan jantung), pasien sebelum operasi, bahkan untuk menurunkan stress
pasien yang menunggu di ruang tunggu praktek.
HUBUNGAN MUSIK DENGAN RITME TUBUH
Sesungguhnya manusia adalah mahluk
yang ritmik. Ada siklus gelombang pada otak, siklus tidur, denyut jantung,
sistem pencernaan, dan lain-lain yang kesemuanya bekerja dalam satu ritme.
Fenomena ritmik ini bukan hanya terjadi pada manusia, tetapi pada hampir semua
mahluk hidup, termasuk tumbuh-tumbuhan. Bila ada gangguan terhadap ritme tubuh
ini, maka dapat terjadi berbagai penyakit, seperti diabetes, kanker, dan
gangguan pernapasan. Peneliti David A. Noebel menemukan bahwa ritme musik rock
dapat mengganggu kadar insulin dan kalsium dalam tubuh. Sumber makanan otak
kita didapat dari gula dalam darah, namun bila darah lebih banyak dialirkan ke
organ lainnya, maka otak akan kekurangan gula. Dengan demikian daya pikir dan
pertimbangan moral juga menjadi tumpul. Tidak heran bila orang mendengar musik
rock dalam sebuah konser, mereka dapat berbuat apa saja, tanpa pertimbangan.
Jantung manusia berdenyut 70-80 kali per menit dengan teratur, denyut jantung
bila didengar dengan stetoskop akan berbunyi DUG-dug-...... Bunyi pertama lebih
keras, bunyi kedua lebih lemah, diikuti fase istirahat. Musik yang baik
memiliki ritme DUG-dug-DUG-dug untuk 4/4 dan DUG-dug-dug untuk 3/4. Ini adalah
jenis irama yang sehat, karena sesuai dengan ritme tubuh. Musik rock memiliki
ritme yang terbalik, dug-DUG-dug-DUG. Ritme yang lebih keras jatuh pada ritme
ke-dua dan ke-empat. Atau dug-dug-DUG, sehingga ritme keras jatuh pada ritme
ke-tiga, dikenal dengan istilah "back beat"/anapestic beat. Ritme keras
bahkan dapat jatuh pada sembarang tempat, disebut sebagai "break
beat". Ritme demikian berbahaya bagi tubuh, karena berlawanan dengan ritme
tubuh yang sehat.
Menurut John Diamond, seorang dokter
di New York, ritme yang berlawanan dengan ritme tubuh akan mengganggu
sinkronisasi antara kedua sisi otak, dengan demikian simetri antara otak kiri
dan kanan tidak ada lagi. Ia mencoba memperdengarkan musik rock pada pekerja
pabrik, ternyata produktivitas menurun. Dibutuhkan jenis musik dengan ritme
tertentu untuk dapat meningkatkan produktivitas pekerja, bila musik yang
dipilih salah, maka pasti akan berefek buruk. Dalam laboratorium ia mencoba
memberi beban pada lengan pria dan ternyata mampu menahan sampai 45 pound.
Namun bila musik rock didengarkan, maka kemampuan itu menurun. Peneliti lain
dari Stanford University mencatat hubungan antara otak, otot dan musik untuk
menghasilkan pekerjaan yang baik. Sebuah alat mengukur gelombang elektrik dari
otot para wanita pekerja; musik didengarkan dan gelombang otot dicatat. Musik
dengan ritme tidak teratur menghasilkan gelombang elektrik otot yang tampak
seperti orang yang tidak pengalaman bekerja dengan tangannya. Namun dengan
musik yang ritmenya teratur, gelombang elektriknya menunjukkan gelombang
seperti pekerja yang pengalaman, sehingga efisiensi kerja bertambah.
Peneliti lain mencoba merekam
gelombang otak selama diperdengarkan ritme anapestic, terjadi gangguan pada
gelombang alfa otak, sehingga terjadi "switching". Switching adalah
sebuah fenomena yang timbul pada orang dewasa yang sakit jiwa/gila
(skizofrenia), di mana orang tersebut akan menjadi seperti anak kecil dan
berjalan seperti hewan melata/reptil (merangkak dengan kaki-tangan bersamaan
sisi, yang seharusnya berlawanan). Bila hubungan otak kanan dengan kiri berjalan
normal, maka seperti bayi normal akan merangkak dengan kaki-tangan berlawanan
sisi. Gerakan orang yang mendengar musik rock sering "bopping", yang
juga merupakan gerakan sesisi/homolateral. Ternyata tidak semua musik rock
memiliki ritme anapestik, musik klasikpun ada yang memiliki ritme demikian.
Finale pada lagu Rite of Spring dari Igor Stravinsky, memiliki ritme ini. Pada
pertama kalinya lagu ini dimainkan dalam konser di Paris tahun 1913, terjadi
kerusuhan dan pengrusakan gedung konser. Hanya dalam waktu 10 menit telah mulai
terjadi perkelahian.
Peneliti lain menggunakan tikus
sebagai subyek penelitian. Studi ini dilakukan dengan memperdengarkan musik
dengan bunyi yang tidak beraturan dan dengan suara drum yang terus menerus.
Tikus-tikus ini pada akhirnya bukan saja mengalami kesulitan belajar dan
gangguan memori, namun juga perubahan struktur sel-sel otak. Neuron menunjukkan
adanya kerusakan "wear and tear" karena stress. Diambil suatu
kesimpulan, bahwa ritme-lah yang dapat mengganggu keseimbangan otak, bukan
melodi atau harmoni. Setiap mahluk hidup memiliki ritme, bila harmoni ritme ini
diganggu oleh suatu disharmoni, maka akan timbul efek yang merusak. Nordwark
(1970) dan Butler (1973) melaporkan bahwa stimulasi auditorik yang terjadi
terus menerus akan menyebabkan terjadinya adaptasi. Suara kereta yang terus
menerus akan menyebabkan respons inhibisi/menghambat pada sistem pendengaran.
Reaksi adaptasi ini terjadi dalam waktu 3 menit dan baru dapat hilang setelah
periode pemulihan selama 1-2 menit. Musik bila akan digunakan sebagai
pengobatan, harus mampu merangsang pelepasan endorfin. Bila terjadi inhibisi,
maka proses ini tidak terjadi.
Submitted by noviz on 21 November,
2006 - 08:27
Pengaruh Musik Terhadap Perkembangan Kognitif dan Kecerdasan Emosi
Oleh: Luthfi Seli Fauzi
Kognitif dan Musik
Kognitif
merupakan semua proses dan produk pikiran untuk mencapai pengetahuan yang
berupa aktivitas mental seperti mengingat, mensimbolkan, mengkategorikan,
memecahkan masalah, menciptakan dan berfantasi.
Penelitian
menunjukkan bahwa musik dapat memberikan rangsangan-rangsangan yang kaya untuk
segala aspek perkembangan secara kognitif dan kecerdasan emosional (emotional
intelligent). Roger Sperry (1992) dalam Siegel (1999) penemu teori Neuron
mengatakan bahwa neuron baru akan menjadi sirkuit jika ada rangsangan musik
sehingga neuron yang terpisah-pisah itu bertautan dan mengintegrasikan diri
dalam sirkuit otak, sehingga terjadi perpautan antara neuron otak kanan dan
otak kiri itu.
Mengacu pada
perkembangan kognitif dari Piaget (1969) dalam teori belajar yang didasari oleh
perkembangan motorik, maka salah satu yang penting yang perlu distimulasi
adalah keterampilan bergerak. Melalui keterampilan motorik anak mengenal
dunianya secara konkrit. Dengan bergerak ini juga meningkatkan kepekaan
sensori, dan dengan kepekaan sensori ini juga meningkatkan perkiraan yang tepat
terhadap ruang (spatial),
arah dan waktu. Perkembangan dari struktur ini merupakan dasar dari
berfungsinya efisiensi pada area lain. Kesadaran anak akan tempo dapat bertambah
melalui aktivitas bergerak dan bermain yang menekankan sinkronis, ritme dan
urutan dari pergerakan. Kemampuan-kemampuan visual, auditif dan sentuhan juga
diperkuat melalui aktivitas gerak.
Gallahue,
(1998) mengatakan, kemampuan-kemampuan seperti ini makin dioptimalkan melalui
stimulasi dengan memperdengarkan musik klasik. Rithme, melodi, dan harmoni dari
musik klasik dapat merupakan stimulasi untuk meningkatkan kemampuan belajar
anak. Melalui musik klasik anak mudah menangkap hubungan antara waktu, jarak
dan urutan (rangkaian) yang merupakan keterampilan yang dibutuhkan untuk
kecakapan dalam logika berpikir, matematika dan penyelesaian masalah.
Hasil
penelitian Herry Chunagi (1996) Siegel (1999), yang didasarkan atas teori
neuron (sel kondiktor pada sistem saraf), menjelaskan bahwa neuron akan menjadi
sirkuit jika ada rangsangan musik, rangsangan yang berupa gerakan, elusan,
suara mengakibatkan neuron yang terpisah bertautan dan mengintegrasikan diri
dalam sirkuit otak. Semakin banyak rangsangan musik diberikan akan semakin
kompleks jalinan antarneuron itu. Itulah sebenarnya dasar adanya kemampuan
matematika, logika, bahasa, musik, dan emosi pada anak.
Selain itu
juga, Gordon Shaw (1996) mengatakan kecakapan dalam bidang yakni matematika,
logika, bahasa, musik dan emosi bisa dilatih sejak kanak-kanak melalui musik.
Dengan melakukan penelitian membagi 2 kelompok yaitu kelas kontrol dan kelas
eksperimen melalui pendidikan musik sehingga sirkuit pengatur kemampuan
matematika menguat.
Musik berhasil
merangsang pola pikir dan menjadi jembatan bagi pemikiran-pemikiran yang lebih
kompleks. Didukung pula oleh Martin Gardiner (1996) dalam Goleman (1995) dari
hasil penelitiannya mengatakan seni dan musik dapat membuat para siswa lebih
pintar, musik dapat membantu otak berfokus pada hal lain yang dipelajari. Jadi,
ada hubungan logis antara musik dan matematika, karena keduanya menyangkut
skala yang naik turun, yaitu ketukan dalam musik dan angka dalam matematika.
Daryono
Sutoyo, Guru Besar Biologi UNS Solo, melakukan penelitian (1981) tentang
kontribusi musik yaitu menstimulasi otak, mengatakan bawha pendidikan kesenian
penting diajarkan mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) agar peserta didik
sejak dini memperoleh stimulasi yang seimbang antara belahan otak kiri dan
belahan otak kanannya. Bila mereka mampu menggunakan fungsi kedua belahan
otaknya secara seimbang, maka apabila mereka dewasa akan menjadi manusia yang
berpikir logis dan intutif, sekaligus cerdas, kreatif, jujur, dan tajam
perasaannya.
Implementasi
dari penelitian tersebut, pendidikan kesenian sewaktu di SD mempengaruhi
keberhasilan studi pada pendidikan berikutnya yaitu di SMP, dan begitu juga
dengan pendidikan kesenian di SMP kan mempengaruhi keberhasilan studi pada masa
di SMA. Dan kesenian di SMA, mau tidak mau menjadii factor penentu dalam
peningkatan kualitas sumber daya manusia yang baik.
Musik dan Kecerdasan Emosi
Sternberg dan
Salovery (1997) mengemukakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan
mengenali emosi diri, yang merupakan kemampuan seseorang dalam mengenali
perasaannya sendiri sewaktu perasaan atau emosi itu muncul, dan ia mampu
mengenali emosinya sendiri apabila ia memiliki kepekaan yang tinggi atas
perasaan mereka yang sesungguhnya dan kemudian mengambil keputusan-keputusan
secara mantap.
Kemampuan
mengelola emosi merupakan kemampuan seseorang untuk mengendalikan perasaannya
sendiri sehingga tidak meledak dan akhirnya dapat mempengaruhi perilakunya
secara wajar. Misalnya seseorang yang sedang marah maka kemarahan itu tetap
dapat dikendalikan secara baik tanpa harus menimbulkan akibat yang akhirnya
disesali di kemudian hari.
Kepekaan akan
rasa indah timbul melalui pengalaman yang dapat diperoleh dari menghayati
musik. Kepekaan adalah unsur yang penting guna mengerahkan kepribadian dan
meningkatkan kualitas hidup. Seseorang memiliki kepekaan yang tinggi atas
perasaan mereka maka ia akan dapat mengambil keputusan-keputusan secara mantap
dan membentuk kepribadian yang tangguh.
Kemampuan
motivasi adalah kemampuan untuk memberikan semangat kepada diri sendiri untuk
melakukan sesuatu yang baik dan bermanfaat. Dalam hal ini terkandung adanya
unsur harapan dan optimisme yang tinggi, sehingga memiliki kekuatan semangat
untuk melakukan suatu aktivitas tertentu, misalnya dalam hal belajar. Seperti
apa yang kita cita-citakan dapat diraih dan mengisyaratkan adanya suatu
perjalanan yang harus ditempuh dari suatu posisi di mana kita berada ke titik
pencapaian kita dalam kurun waktu tertentu.
Kemampuan
membina hubungan bersosialisasi sama artinya dengan kemampuan mengelola emosi
orang lain. Evelyn Pitcer dalam Kartini (1982) mengatakan musik membantu remaja
untuk mengerti orang lain dan memberikan kesempatan dalam pergaulan sosial dan
perkembangan terhadap emosional mereka.
Remaja, merupakan
pribadi sosial yang memerlukan relasi dan komunikasi dengan orang lain untuk
memanusiakan dirinya. Remaja ingin dicintai, ingin diakui, dan dihargai.
Berkeinginan pula untuk dihitung dan mendapatkan tempat dalam kelompoknya.
Jelas bahwa individualitas dan sosialitas merupakan unsur-unsur yang
komplementer, saling mengisi dan melengkapi dalam eksistensi remaja.
Kecerdasan
emosional perlu dikembangkan karena hal inilah yang mendasari keterampilan
seseorang di tengah masyarakat kelak, sehingga akan membuat seluruh potensi
anak dapat berkembang secara lebih optimal.
Idealnya
seseorang dapat menguasai keterampilan kognitif sekaligus keterampilan sosial
emosional. Daniel Goleman (1995) melalui bukunya yang terkenal “Emotional Intelligences (EQ)”,
memberikan gambaran spectrum
kecerdasan, dengan demikian anak akan cakap dalam bidang masing-masing namun
juga menjadi amat ahli. Sebagaimana dikatakan oleh para ahli, perkembangan
kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh rangsangan musik seperti yang
dikatakan Gordon Shaw (1996).
Menurut Siegel
(1999) ahli perkembangan otak, mengatakan bahwa musik dapat berperan dalam
proses pematangan hemisfer
kanan otak, walaupun dapat berpengaruh ke hemisfer
sebelah kiri, oleh karena adanya cross-over
dari kanan ke kiri dan sebaliknya yang sangat kompleks dari jaras-jaras
neuronal di otak.
Efek atau
suasana perasaan dan emosi baik persepsi, ekspresi, maupun kesadaran pengalaman
emosional, secara predominan diperantarai oleh hemisfer otak kanan. Artinya, hemisfer ini memainkan
peran besar dalam proses perkembangan emosi, yang sangat penting bagi
perkembangan sifat-sifat manusia yang manusiawi.
Kehalusan dan
kepekaan seseorang untuk dapat ikut merasakan perasaan orang lain, menghayati
pengalaman kehidupan dengan “perasaan”, adalah fungsi otak kanan, sedang
kemampuan mengerti perasaan orang lain, mengerti pengalaman dengan rasio adalah
fungsi otak kiri. Kemampuan seseorang untuk dapat berkomunikasi dengan baik dan
manusiawi dengan orang lain merupakan percampuran (blending antara otak kanan dan kiri itu).
Proses
mendengar musik merupakan salah satu bentuk komunikasi afektif dan memberikan
pengalaman emosional. Emosi yang merupakan suatu pengalaman subjektif yang inherent terdapat pada
setiap manusia. Untuk dapat merasakan dan menghayati serta mengevaluasi makna
dari interaksi dengan lingkungan, ternyata dapat dirangsang dan dioptimalkan
perkembangannya melalui musik sejak masa dini.
Campbell 2001
dalam bukunya efek Mozart mengatakan musik romantik (Schubert, Schuman, Chopin,
dan Tchaikovsky) dapat digunakan untuk meningkatkan kasih sayang dan simpati.
Musik
digambarkan sebagai salah satu “bentuk murni” ekspresi emosi. Musik mengandung
berbagai contour, spacing,
variasi intensitas dan modulasi bunyi yang luas, sesuai dengan
komponen-komponen emosi manusia.
Hubungan Musik dan IQ Anak
Musik sangat mempengaruhi perkembangan intelegent quotien (IQ) dan emotional quotien (EQ) seorang anak sejak kecil. Seorang anak yang sejak kecil terbiasa mendengarkan musik, menurutnya, akan lebih berkembang kecerdasan intelegensia dan emosionalnya dibandingkan dengan anak yang jarang mendengarkan musik.“Yang dimaksud musik di sini adalah musik yang memiliki irama teratur dan nada-nada yang teratur seperti klasik, bukan nada-nada “miring”,” kata psikolog, Indah Renata, di Jayapura, Selasa ketika dimintai pendapat mengenai pengaruh musik terhadap perkembangan anak.
Dia mengatakan, tingkat kedisiplinan anak yang sering mendengarkan musik, juga lebih baik dibandingkan dengan anak yang jarang mendengarkan musik.
“Dasar-dasar musik klasik secara umum berasal dari ritme denyut nadi manusia sehingga ia berperan besar dalam perkembangan otak, pembentukan jiwa, karakter, bahkan raga manusia,” jelasnya.
Menurut dia, musik klasik yang mengandung komposisi nada berfluktuasi antara nada tinggi dan nada rendah akan merangsang kuadran C pada otak. Sampai usia 4 tahun, kuadran B dan C pada otak anak-anak akan berkembang hingga 80 persen dengan musik.
“Musik sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Musik memiliki tiga bagian penting yaitu beat, ritme, dan harmoni. Beat mempengaruhi tubuh, ritme mempengaruhi jiwa, sedangkan harmoni mempengaruhi roh,” kata Indah.
Contoh paling nyata bahwa beat sangat mempengaruhi tubuh, lanjut dia, adalah dalam konser musik rock. Bisa dipastikan tidak ada penonton atau pemain dalam konser musik rock yang tubuhnya tidak bergerak, semuanya bergoyang, bahkan cenderung lepas kontrol.
Selain itu, jika hati kita sedang susah, cobalah mendengarkan musik yang indah, yang memiliki irama (ritme) yang teratur, perasaan kita akan lebih enak. Itu suatu bukti, bahwa ritme sangat mempengaruhi jiwa manusia, sedangkan harmoni sangat mempengaruhi roh, tambahnya.
“Musik yang baik bagi kehidupan manusia adalah musik yang seimbang antara beat, ritme, dan harmoni,” kata Indah Renata.(*an/z)
Comments
Post a Comment